TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Bidang Jaminan Kesehatan Nasional Ikatan Dokter Indonesia atau IDI Noor Arida Sofiana menilai kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan sudah sangat mendesak. Terutama melihat angka defisitnya yang sudah sangat besar. Tahun ini, defisit keuangan yang ditanggung BPJS Kesehatan diproyeksi mencapai Rp 28,5 triliun.
"Melihat defisitnya, tentunya sudah sangat mendesak," ujar Arida selepas diskusi di kediaman politikus Golkar Agung Laksono, Jalan Cipinang Cempedak, Jakarta, Kamis, 5 September 2019. Sebabnya, defisit tersebut bisa berbuntut panjang kepada pelayanan.
Misalnya saja saat defisit berimbas kepada keterlambatan pembayaran kepada rumah sakit. Keterlambatan itu kemudian bisa membuat rumah sakit telat membayar kepada suplier obat. Imbasnya, mutu pelayanan menjadi menurun.
"Kita tentu enggak mau masyarakat mendapat pelayanan di bawah standar, jadi ini harus segera dibenahi sembari menutup defisit dan mengevaluasi iuran, iuran itu juga harus disesuaikan dengan manfaat," kata Arida. Ia tidak menyebut secara gamblang besaran kenaikan iuran yang diusulkan.
Kendati demikian, ia mengatakan besar kenaikan iuran itu sebaiknya sesuai dengan perhitungan aktuaria. Dengan demikian besaran iuran itu nantinya bisa sesuai dengan manfaat yang diterima BPJS Kesehatan. "Jadi jangan sampai iurannya kecil tapi manfaat yang diberikan terlalu luas, atau sebaliknya."